Inspirasi untuk kehidupan

Hidup tidak selalu mudah. Kadang kita tersandung dan jatuh. Halangan dan cobaan senantiasa ada dalam kehidupan. Tapi semua hambatan itu tak harus dianggap sebagai rasa sakit semata, tapi juga proses pembelajaran yang bernilai tinggi. Blog ini merupakan curahan pikiran saya tentang hidup, karir, bisnis, dan apapun yang lazim terjadi dalam kehidupan seorang manusia, entah dia seorang entrepreneur, karyawan, Ibu Rumah tangga atau siapapun.

Sunday, September 23, 2007

Mentalitas Pemenang Undian


Tanadi Santoso di dalam salah satu acara radio Business Wisdom-nya mengatakan bahwa berpikir positip saja tidaklah cukup tetapi lebih penting lagi bila melakukan eksekusi dengan baik. Menurut saya tidak dapat dikatakan bahwa salah satu dari kedua hal tersebut (berpikir positip dan eksekusi yang baik) adalah lebih penting dari yang lain. Lebih tepat kiranya bila kita menyebut keduanya (danb juga hal-hal penunjang lain) sama pentingnya. Mengapa? Karena keduanya bersifat saling melengkapi. Bila anda memiliki ide yang cemerlang maka itu adalah hal yang baik. Tetapi akan lebih baik lagiu bila anda merealisasikannya. Anda mungkin memiliki niatan yang baik untuk melakukan suatu kebaikan (misalnya amal). Tentunya akan lebih baik bila anda akhirnya benar-benar melakukannya. Berpikir positip juga merupakan landasan yang baik bagi kesuksesan. Kondisi mental yang nyaman akan menunjang anda untuk berpikir dan melakukan tugas dengan baik dan efisien. Namun untuk benar-benar berhasil, anda perlu lebih banyak hal : perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Sekarang mari kita membahas sebuah fenomena menarik. Apa yang terpikir bila anda melihat seseorang yang sukses tetapi tanpa pemikiran atau perencanaan sebelumnya? Well, kita boleh menyebutnya seorang yang beruntung tapi tidak ada jaminan bahwa dia mampu mengulang keberhasilan yang sama di masa depan. Mengapa? Sederhana saja, dia tidak memiliki gambaran yang utuh tentang rahasia kesuksesannya. Jadi bagaimana mungkin dia mampu mengulanginya lagi? Mentalitas pemenang Lotere ini dapat membawa seseorang kepada keadaan frustrasi. Anda pernah sukses suatu saat tapi tidak mampu sukses di kesempatan yang lain. Dalam pembahasannya tentang ceruk pasar (niche) dalam buku Nichecraft Lynda Falkenstein menyatakan : "The problem with falling into something good is that you could also just fall into something bad. Worst of all, when a niche happens by accident you can't replicate it, because you don't know the process that you went through in the first place." Keberhasilan tidaklah merupakan tujuan semata tetapi hakikatnya sebuah perjalanan yang anda lalui sambil membawa asumsi positip, rencana, pelaksanaan dan pengendalian.

Saturday, September 22, 2007

Jangan merenung lalu bunuh diri !


Ada seorang teman lama saya yang sangat membenci bila mendengar kata "kontemplasi" (contemplation=perenungan) dari saya. Katanya kata kontemplasi berkonotasi "suicidal" alias bunuh diri. Tentu saja saya mengelak dari anggapannya itu karena bagi saya kontemplasi tidak sama dengan rencana bunuh diri. Singkatnya ada beberapa pandangan tentang ini. Sebagian kaum optimis memandang kontemplasi sebagai sarana untuk menemukan kekuatan diri ke dalam dengan perspektif positif. Kelompok lain menganggap kontemplasi sebagai pekerjaan sia-sia dan cenderung ber-perspektif negatif (pesimisme). Bagi saya kontemplasi adalah penting untuk memberikan peluang bagi pribadi kita untuk melihat sejauhmana kita sudah melangkah, apa kendala yang kita hadapi, kekuatan apa yang kita miliki, peluang apa yang bisa muncul dan sebagainya. Sederhananya kontemplasi membantu membangun integritas diri dalam menghadapi masalah kehidupan. Tentu saja kontemplasi dapat pula terseret ke arah yang sebaliknya (negatif/pesimisme) bila pendekatan (approach) perenungannya adalah melihat kekurangan diri dan betapa sulitnya masalah dan hambatan yang kita hadapi. Buah dari kontemplasi semacam ini memang adalah frustasi dan putus asa. Maka tidak salah juga bila teman saya tadi menilai kontemplasi sebagai pekerjaan yang cenderung "suicidal" (mendekati rencana bunuh diri). Tetapi, semuanya tergantung kepada diri kita sendiri. Ada banyak cara untuk meraih atau memenangkan kembali kekuatan kita (our inner self). Kontemplasi hanyalah salah satu daripadanya.

Saturday, September 15, 2007

Seandainya Saya Memiliki Lebih Banyak Waktu....


Ada beberapa komentar standar yang biasa dilontarkan orang bila membicarakan waktu, seperti :" Saya tidak mempunyai waktu..", "Saya sulit mengatur waktu", dan "Seandainya saya mempunyai lebih banyak waktu". Singkatnya, banyak orang berharap diberikan waktu lebih banyak agar dapat melakukan banyak hal. Para orang tua ingin meluangkan lebih banyak waktu untuk anak-anaknya. Karyawan memohon agar tenggat waktu penyelesaian tugas mereka diperpanjang. Para pengusaha berharap agar para pelanggan mereka memahami lamanya waktu produksi dan pengiriman barang. Semua orang mendambakan waktu yang lebih banyak. Sayangnya,waktu tidak dapat diajak berkompromi. Waktu akan terus berdetak teratur tanpa menunggu siapapun. Time waits for nobody! Siapa yang tidak pandai mengelola waktu akan mengalami banyak hambatan dalam mencapai cita-citanya. Denis Waitley dalam bukunya The Joy of Working mengungkapkan hal ini dengan indah : " Time is an equal opportunity employer. Each human being has exactly the same number of hours and minutes everyday. Rich people can't buy more hours. Scientist can't invent new minutes. And you can't save time to spend it on another day… Success depends upon using it wisely – by planning and setting priorities". Jadi menurut Waitley kita tidak akan pernah bisa menuntut lebih banyak waktu karena waktu tidak bisa kita manipulasi. Namun kita bisa mengelola dan menggunakannya dengan baik melalui perencanaan dan prioritas. Dengan demikian waktu kita bisa dipergunakan dengan optimal.

Saturday, September 1, 2007

Kita Tidak Mungkin Mendapatkan Segalanya


Hidup adalah tentang pilihan.  Kita tidak dapat memiliki semuanya.  Seoptimum apapun keputusan atau pilihan kita tetaplah ada pengorbanan.  Dalam dunia ekonomi ada istilah "trade-offs", dimana bila kita mendapatkan sesuatu maka pada saat yang sama kita akan mengorbankan sesuatu.  Bila kita mengejar kemajuan di bidang industri maka kita tidak dapat begitu saja mengelak dari dampak negatip kemajuan tersebut. Mulai dari berkurangnya kualitas udara, air dan sumber alam lain hingga bergesernya gaya hidup yang semula tradisional-kekeluargaan menjadi lebih individualis.  Singkat kata, setiap pilihan berarti ada pengorbanan.   Demikian pula dalam karir.   Kita bisa sukses habis-habisan dalam suatu posisi atau pekerjaan tetapi bukan tanpa pengorbanan di bidang yang lain.  Seseorang yang gila kerja (workaholic) akan mengalokasikan hampir semua waktunya demi kesuksesan proyek atau karir yang tengah ia perjuangkan.  Dengan demikian kehidupan sosial dan rumah tangga-nya mungkin agak sedikit terabaikan.  Salahkah keadaan ini?   Tanpa bermaksud berfihak kepada pendapat dari kedua ekstrim, sebenarnya tidak ada yang patut dipersalahkan.  Kondisi setiap orang (perusahaan, bangsa ataupun negara) tentulah berbeda-beda dalam suatu saat.  Amatlah naif bila kita menyalahkan pilihan orang yang berbeda dengan kita.  Namun apapun pilihan itu kita tentulah harus mengerti prinsip pengorbanan tersebut di atas.  Untuk mendapatkan sesuatu kita harus mengorbankan hal yang lain. Mengapa demikian? sederhana saja kita (dan juga sumber daya alam secara umum) memiliki keterbatasan.   Hal paling arif yang bisa kita lakukan adalah meng-optimumkan sumber daya dan kesempatan (peluang) yang ada dengan kerusakan (dampak negatip) serendah mungkin (se-aman mungkin). Itu saja.